Senin, 10 Februari 2020

Aktivitas Team Sound



Pengelola Gua Maria Marganingsih Bayat Mengikuti

Rama Paroki Bayat dan Pengelola GMM (Bp. Widada dan Bp Agus) memenuhi undangan dari Keuskupan agung Semarang di PPSM Muntilan tanggal 4 Februari 2020. Agenda pertemuan tentang: pedoman umum pengelolaan, penulisan sejarah, dan lain-lain. 








Minggu, 02 Februari 2020

Persiapan Novena Pertama Putaran ke-8

Panitai pengelola GMM ingin mempersiapkan novena pertama pada putaran ke-8 ini dengan sungguh-sungguh. banyak hal telah dikerjakan untuk kelancaran sega sesuatunya. 
Mari bergabung bersama GMM dalam novena Malem Seladsa Kliwon.








Sejarah Gua Maraia Marganingsih Bayat


Marganingsih berarti jalan mengalirnya kasih. Jalan keutamaan inilah yang menjadi harapan dalam pergumulan para peziarah Goa Maria Marganingsih yang berlokasi tepat di tepian perbatasan kecamatan Bayat  dengan kec. Wedi di jln. Raya Wedi – Bayat, di Ngaren, Paseban, Bayat, Klaten.

Ketika masuk lokasi, Peziarah berada di depan GMM kecil, dan peziarah bisa mengawali menapaki laku jalan salib. Jalan salib yg disajikan cukup mendaki 14 peristiwa salib Kristus yg terbagi dalam 7 teras yg terhubung di lereng bukit komplek GMM. Penghujung perhentian jalan salib berada di teras paling puncak yg  terhubung pula dengan jalan menurun ke GMM besar dan bisa singgah di rumah Keluarga Kudus Nazareth. Di samping GMM besar ini dibangun altar yang di depannya adalah halaman yg relatif luas yg bisa digunakan duduk hening di hadapan Bunda Maria Marganingsih. Dalam rumah keluarga Kudus inilah Peziarah diingatkan keutaman2 yg pernah dihidupi oleh St, Yusup, St, Maria dan Tuhan Yesus.

Goa Maria kecil mempunyai kisah tersendiri. Bermula sekitaran tahun 1930-an,  pasutri Bpk Max Somowihardjo dan Ibu Maria Margareta Sukepi tengah digelayuti gundah gelisah. Genap 5 tahun menikah, namun belum juga dikaruniai momongan. Muncul niat hati mengetuk pintu rahmat Tuhan. Jadilah keduanya mengadakan laku ziarah ke Goa Maria Sendangsono dengan jalan kaki yg jaraknya lebih 50 km dari Bayat menuju Sendangsono. Hasrat untuk mendapat momongan begitu memuncak tak terbendung hingga dalam mengetuk pintu belas kasih Bunda Maria keduanya mengikat janji suci kepada Yang Ilahi : Bila Tuhan sedia menganugerahi seorang putra, maka putra itu nantinya akan dipersembahkan kembali untuk Tuhan. Seorang putra lahir, yang giliran pada masanya disusul kelahiran demi kelahiran hingga ke-12, 6 laki-laki dan 6 perempuan. Syukur semakin tebal tatkala putra sulungnya Martinus Soenarwidjaja ditahbiskan menjadi pastur Yesuit.

Mengalami kasih yg tercurah, sekitar tahun 1950, di sepetak tanah lereng perbukitan miliknya, Max Somowihardjo membangun goa Maria berukuran kecil dan sederhana yg dia sebut Goa Maria Marganingsih yang sejak awal selalu mengajak umat untuk berdoa. Sayangnya ada saja pihak yang kurang berkenan keberadaan goa Maria kecil ini, hingga 2 kali patung Bunda Maria raib, tetapi tidak membuat umat surut hingga di dalam goa tetap diletakkan patung baru namun untuk mengamankan dipasang terali besi dan dikonci dan meski dihadapan Bunda maria dalam kerangkeng, umat tetap rajin menyampaikan setiap rasa hatinya.

Pembangunan terus berlanjut. Diprakarsai oleh Rm Martinus Sunarwidjaja SJ dan saudara-sauadarnya ini  mendapat sambutan pihak Keuskupan Agung Semarang dibangun Goa Maria Marganingsih besar yang akhirnya tempat ziarah ini diserahkan ke KAS dan diberkati oeh Mgr. Ignatius Suharyo, Pr., pada Minggu, 27 Oktober 2002 [disadur dari Majalah Hidup, 12 januari 2003. Judul asli: Goa Maria Marganingsih-Maria Dalam Kerangkeng Besi, oleh Ign. Elis Handoko, SCY.]